Senin, 11 Januari 2010

Info Parlemen

Lebih Diplomatis


Utut merupakan pecatur yang sukses menggabungkan pendidikan dan olah raga dengan misi mengangkat kesejahteraan.

Utut Adianto saat ini telah berubah. Semenjak menjadi wakil rakyat dan duduk di Komisi X DPR RI, pecatur terbaik Indonesia itu tutur sapanya lebih diplomatis. Tema obrolan pun kini telah berbau-bau politik, hal yang sangat jarang semasa dia masih berkiprah di dunia catur.

Meskipun demikian, komisi tempat dia bernaung masih sangat memungkinkan bagi dirinya untuk tetap inten di dunia olah raga. Sebagai anggota komisi yang membidangi olah raga dan pendidikan, Utut kini justru merasa semakin dekat dengan dua dunia itu karena memang dia memiliki misi untuk memperjuangkannya melalui kiprahnya di Senayan.

Dua bidang itu kini semakin dekat dengan Utut. Olah raga jelas karena statusnya sebagai pecatur terbaik Indonesia. Di tingkat internasional Utut masih tercatat sebagai satu dari lima mahaguru FIDE (Federation Internationale des Echecs).

Sedangkan dunia pendidikan, bidang ini sebenarnya sudah menjadi salah satu perhatian terbesarnya sebelum masuk Komisi X. Sekarang Utut berkesempatan lebih besar lagi turut andil dalam memajukan pendidikan Indonesia melalui kiprahnya di Komisi tersebut.

Untuk olah raga, perhatian terbesar Komisi X saat ini tengah tercurah pada kesejahteraan atlet. Sisi paling krusial bagi kehidupan atlet yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.

“Kami dari Komisi X sudah bertemu Menegpora Andi Mallarangeng dan mendesaknya supaya atlet-atlet berprestasi di SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade, diberikan uang pensiun. Tentunya besarannya berbeda, bergantung pada tingkatan kompetisi di mana atlet berprestasi,” ungkap Utut saat ditemui di ruang kerjanya di DPR beberapa waktu lalu.

Menurut pria bergelar Grand Master International (GMI) itu, dasar pemberian kesejahteraan bagi atlet telah tertulis dalam UU No 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Bab 19 Pasal 86 mengenai insentif pemerintah terhadap olahragawan. ”Namun dalam prakteknya sangat kurang dilaksanakan sehingga diperlukan Peraturan Presiden,” ucap Utut.

Soal pendidikan, Utut telah mengambil peran sebagai individu yang memberikan tempat tertinggi untuk bidang yang sangat penting ini. Contoh rintisannya melalui Sekolah Catur Utut Adianto (SCUA). Jumlahnya sekarang mencapai 18 dan tersebar di berbagai kota di Indonesia, dan yang terbesar berada di Kota Bekasi.

“Pendidikan nomor satu. Keberhasilan bangsa tak lepas dari pendidikan multiguna. Dengan 20 persen APBN diberikan untuk pendidikan, di mana pada tahun 2009/2010 jumlahnya 204 triliun rupiah dari 1.019 triliun rupiah, masyarakat makin berharap banyak dari pemerintah. Terutama untuk penyediaan prasarana yang baik, pendidikan terjangkau, dan tentunya pendidikan itu sendiri menghasilkan orang-orang yang siap kerja,” papar Utut.

Dia sendiri sukses menggabungkan pendidikan dan olah raga dengan misi mengangkat kesejahteraan. “Banyak pecatur dari sekolah saya yang datang dari keluarga tidak mampu. Kini ada di antara mereka yang sudah menjadi pecatur berprestasi. Dari situ mereka mampu hidup lebih sejahtera,” ucap Utut yang karena kesibukannya di DPR tak lagi memiliki cukup waktu untuk turun langsung mengajar di SCUA.
Sekarang porsi waktunya lebih banyak tersita untuk aktivitas di Gedung wakil rakyat di Senayan. Biasanya bekerja dari pukul 09.00 WIB hingga 23.00 WIB dengan dikepung sejumlah rapat komisi. Paling lama dia pernah mengikuti rapat dari pukul 08.00 WIB hingga 23.30 WIB.

“Tak seperti pandangan masyarakat kalau anggota DPR berleha-leha. Butuh kerja keras, fisik yang kuat, dan konsentrasi. Saya saja yang terbiasa dengan olah raga konsentrasi, yang biasanya duduk tujuh sampai sembilan jam saat bertanding, bisa tertidur beberapa detik saat mengikuti rapat yang terlalu lama,” aku Utut.

Oleh karena itu, ayah satu putri ini menganggap hal manusiawi kalau ada anggota DPR tertidur saat rapat. Apa yang dilihat masyarakat sebagai bentuk kemalasan. “Setelah berada di dalam lingkup DPR, saya menganggapnya manusiawi karena kecapekan, bukan kesengajaan. Bayangkan, rapat begitu lama. Apalagi ditambah kurang bagusnya sirkulasi udara di ruang kura-kura yang biasa dipakai untuk rapat,” jelas pria yang pernah membuat statistik mengenai jumlah anggota dewan yang tertidur pada sebuah rapat paripurna yang dihadiri sekitar 420 orang itu. Dalam statistiknya, Utut mencatat hanya 10 sampai 15 anggota dewan yang tertidur.

Lebih Cair
Untuk rapat Komisi X sendiri, menurut Utut, lebih rileks dan cair karena kehadiran sejumlah artis seperti Eko Patrio, Primus Yustisio, Dedi “Miing” Gumelar, Venna Melinda, Angelina Sondakh, Komar, dan Guruh Soekarno Putri.

Utut yang merupakan satu-satunya olahragawan yang menjadi anggota DPR ini mengaku menikmati berbagai tugas dan aktivitasnya, termasuk hal positif lainnya seperti imun dari aturan 3 in 1 di jalan, mendapatkan pengawalan sesuai standar DPR, ditempatkan di ruang VIP airport, kemudahan mengurus visa, dan dalam kondisi tertentu didahulukan meski belum pernah digunakannya.

“Saya orang yang sangat disiplin. Saat ini masih beradaptasi dari olahragawan menjadi politisi. Belum tune in 100 persen. Layaknya pemain bola di bangku cadangan. Saya anak bawang yang pengalamannya masih sangat hijau,” akunya.

Apa yang dijalaninya kini, Utut merasa sangat bangga. Pasalnya dia bernaung dan menjadi kader partai yang tidak terkontaminasi dengan kekuasaan. “Sekarang saya semakin bangga menjadi kader PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) setelah di DPR karena betul-betul memperjuangkan bangsa dengan segala upaya. Clear soal mayoritas dan minoritas, perbedaan latar belakang, agama, dan lainnya,” ujarnya.

Koran Jakarta, 10 Januari 2010

Tidak ada komentar: