Jumat, 15 Januari 2010

Info Pendidikan

Pengangguran Sarjana, Kesalahan
Perguruan Tinggi ...?

ANGKA pengangguran terdidik, terutama sarjana makin meningkat tajam. Para sarjana merupakan pengangguran potensial, namun perlu investasi besar untuk menciptakan lapangan kerja bagi mereka. Nyaris tak ada lowongan kerja level menengah yang tak dibanjiri sarjana. Kondisi ini memprihatinkan. Sementara krisis keuangan global makin membuat para sarjana kesulitan kesempatan kerja.Data Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan, perguruan tinggi (PT) di Indonesia tahun ini menciptakan 900.000 sarjana menganggur. Tiap tahun rata-rata 20% lulusan perguruan tinggi menjadi pengangguran. Siapakah yang patut disalahkan dengan tingginya angka pengangguran di kalangan sarjana seperti saat ini? Dengarlah uraian Dekan Fakultas Ekonomi Unika Soegijapranata Dr Andreas Lako mengungkapkan, setidaknya ada tiga faktor yang memengaruhi tingginya pengangguran mahasiswa. Pertama adalah faktor eksternal, yaitu menyempitnya lapangan kerja yang ada, pesatnya lulusan PT tidak diimbangi dengan permintaan dari dunia usaha. Kedua dari PT, kebanyakan PT tidak mempersiapkan para lulusan untuk memiliki kompetensi yang memadai dan menjadikan mahasiswa mandiri. Dan, yang terakhir adalah faktor internal, yaitu dari sarjana itu sendiri, ketika kuliah mereka justru tidak memanfaatkan waktu untuk mengambil ilmu semaksimal mungkin. ’’Mereka hanya mengejar nilai tanpa memikirkan pengalaman. Padahal, kompetensi seseorang dibentuk dalam proses yang lama dan berkesinambungan,’’ terangnya.Faktor kedualah yang memberikan andil paling besar dalam memperbanyak pengangguran mahasiswa. ’’Banyak PT tetap beroperasi meskipun tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai, sehingga tidak dapat memberikan kompetensi mahasiswa. PT menjadi sebuah industri, tidak menerima kebutuhan industri, tidak mampu mendidik mahasiswa yang berkualitas,’’ ungkapnya.Solusi yang utama adalah PT harus dapat mengevaluasi diri, sehingga dapat menyiapkan sarjana menjadi pribadi yang percaya diri sehingga memiliki jiwa kewirausahaan. ’’Saat ini mendapat pekerjaan layak itu sulit, sehingga banyak lulusan perguruan tinggi yang asal kerja. Bagi mereka yang penting kerja dulu tanpa memikirkan kompetensi. Untuk itulah akreditasi PT harus diperhatikan, pemerintah harus tegas menegur perguruan tinggi yang hanya mencetak sarjana pengangguran,’’ tandasnya.Menurut Dr Andreas Lako, yang sangat ironis saat ini adalah hasil salah satu survei dari Direktorat Pendidikan Tinggi yang mengungkapkan bahwa semakin tinggi pendidikan, justru semakin tinggi pengangguran yang terjadi. ’’Ada sinyalemen kegagalan dalam proses pendidikan kita. Padahal, untuk menjadi lulusan yang siap kerja perlu tambahan keterampilan di luar bidang akademik, terutama yang berhubungan dengan kewirausahawan. Memang saat ini banyak bursa kerja, tetapi bursa kerja hanya membantu sedikit mengurangi pengangguran sarjana,’’ terangnya.Peluang Emas Lulusan perguruan tinggi atau kalangan muda pencari kerja tentu tak akan melewatkan tawaran peluang emas berkarier dari bursa kerja. Setiap ada bursa kerja, setiap itu pula ratusan bahkan ribuan sarjana baru memadati ruangan bursa kerja.Andhika Putra Kusuma ST, mahasiswa lulusan Teknik Mesin dan Industri UGM menilai, pusat-pusat pengembangan karier di kampus-kampus tidak cukup hanya menggelar bursa kerja. ’’Pengembangan technical skill dan soft skill bagi para mahasiswa juga memegang peran tersendiri. Technical skill misalnya, antara lain kemampuan berbahasa asing. Sementara itu, pengembangan soft skill contohnya, adalah menggelar pelatihan bagi mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, presentasi, negosiasi, dan leadership,’’ ujarnya.Andhika yang juga lulusan baru UGM itu memang sesekali mencoba mengikuti bursa kerja, tetapi ke depan ia berencana melakukan wirausaha untuk mengatasi pengangguran sarjana. ’Saat ini yang diperlukan adalah mengubah mindset dari sarjana. Saat ini berkembang pemikiran bahwa seseorang dianggap bekerja apabila menjadi pegawai negeri sipil atau pegawai kantoran, sedangkan apabila membuka toko, bengkel, warung, servis hp, sablon (berwirausaha), tidak dianggap bekerja walau terkadang penghasilannya per bulan lebih tinggi daripada gaji pokok seorang PNS,’’ ungkapnya.Bagi Andhika, sarjana angkatan kerja perlu diberi pemahaman bahwa bekerja tidaklah harus di sektor formal. Keuntungan dari pembentukan mindset kewirausahaan adalah, selain menumbuhkan semangat berwirausaha, juga akan mampu menjadikan pola hidup sarjana lebih efisien dalam mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki, lebih disiplin, tertib, kreatif, inovatif, produktif, tidak mudah menuntut dan mengeluh dalam menghadapi permasalahan sebagaimana karakter seorang wirausaha.Bagaimanapun, pendidikan adalah sarana mentrasformasi kehidupan ke arah yang lebih baik. Pendidikan pun menjadi standar stratifikasi sosial seseorang. Orang yang berpendidikan akan mendapatkan penghormatan di mata publik. Akibatnya, orang pun berbondong-bondong mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, mengingat dunia terus melaju di era persaingan global, dan Indonesia merupakan bagian yang ikut andil di dalamnya.Namun, ternyata justru banyak sarjana menganggur. Ada apa dengan pendidikan di negeri ini. Apakah ini memang benar sinyalemen dari kegagalan pendidikan kita? Berbagai cara untuk mengatasi pengangguran sarjana harus dilakukan pemerintah, perguruan tinggi, dan dunia usaha serta masyarakat, agar ada solusi yang baik dan tepat atas masalah ini.
Suara Merdeka, 9 Januari 2010

Tidak ada komentar: