Rabu, 27 Januari 2010

Info Pendidikan

SIARAN PERS POKSI X FRAKSI PDI PERJUANGAN DPR-RI


Pemerintah dan DPR-RI Harus Kaji Model-Model Evaluasi Pendidikan Secara Komprehensif




Mencermati perkembangan penyelenggaraan UN tahun 2010 dan menyikapi rencana pemerintah yang memaksakan penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) / UN ulangan pada tahun 2010:
1. Fraksi PDI Perjuangan berpendapat bahwa Pemerintah telah sengaja mengabaikan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 3 Mei 2007 yang diperkuat Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 6 Desember 2007 dan Putusan Mahkamah Agung yang menangani perkara nomor 2596K/PDT/2008 pada tanggal 14 September 2009 yang dalam amar putusannya berisi:
a. Pengadilan memerintahkan kepada pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap diseluruh daerah di Indonesia, sebelum mengeluarkan kebijakan Pelaksanaan Ujian Nasional lebih lanjut
b. Pengadilan memerintahkan kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengatasi gangguan psikologis dan mental peserta didik dalam usia anak akibat penyelenggaraan Ujian Nasional
c. Pengadilan memerintahkan kepada pemerintah untuk meninjau kembali sistem pendidikan nasional
2. Berdasarkan kajian yang mendalam tentang berbagai model evaluasi pendidikan yang pernah dilaksanakan sejak tahun 1972, model evaluasi pendidikan dengan UN seperti yang dilaksanakan saat ini dimana pemerintah kurang mempersiapkan secara baik 8 (delapan) standar pendidikan, kualitas & kompetensi guru, sarana & pra sarana pendidikan, akses informasi yang lengkap di sekolah. Penyelenggaraan UN yang dipakai sekarang ini, telah terjadi kecurangan yang sistematis dan massif, menimbulkan akibat psikologis bagi siswa terutama yang tidak lulus, serta tidak mencerminkan peta mutu pendidikan nasional yang sesungguhnya (palsu). Hal ini ditandai dengan adanya sejumlah sekolah yang kategorinya berkualitas tetapi banyak siswanya yang tidak lulus, bahkan ada sekolah yang seluruh siswanya tidak lulus, namun disisi lain ada sejumlah sekolah yang kategorinya kurang berkualitas justru bisa meluluskan seluruh siswanya,
3. Pemerintah tidak boleh menutup mata dan harus jujur mengakui bahwa ada masalah yang serius dibalik penyelenggaraan UN saat ini. Penyelenggaraan UN saat ini, selain mendapatkan reaksi keras, bahkan penolakan dari masyarakat, guru, orang tuan siswa, juga dari pakar – pakar pendidikan. Lebih jauh lagi, polemik tentang kebijakan UN telah masuk ke ranah politik yang ditandai dengan polemik yang berkepanjangan antara pemerintah dengan DPR membuat hubungan pemerintah dan DPR kurang produktif & kurang sehat, dan mengakibatkan adanya fragmentasi politik di DPR dalam urusan dukung mendukung mengenai kebijakan UN tersebut. Bahkan pimpinan partai politik telah malakukan intervensi secara langsung untuk dukung mendukung kebijakan UN ini di DPR. Selain itu, polemik kebijakan UN juga telah masuk ke ranah hukum yang ditandai dengan adanya sekelompok gugatan masyarakat ke pengadilan negeri, bakhan sampai masuk ke Mahkamah Agung sehingga penyikapan kebijakan UN tidak lagi murni akademik dan ilmiah, namun telah terkontaminasi kepentingan politik dan hukum, Padahal Evaluasi pendidikan seharusnya bersih dari campur tangan kepentingan politik dan hukum agar tujuan pendidikan nasional dapat diwujudkan dengan baik dan dapat diterima masyarakat, serta dapat menghindari keadaan dimana akibat polemik kebijakan UN ini, setiap tahun DPR harus berhadapan dengan masyarakat yang selalu protes. Adalah kurang arif dan bijaksana kalau polemik kebijakan UN ini dibiarkan terus terjadi setiap tahun ketika akan dilaksanakan UN tersebut.
4. Spirit yang dapat ditangkap dari aspirasi masyarakat, baik orang tua/wali murid, guru, maupun para pakar pendidikan adalah perlunya perubahan mendasar yang diharus dilakukan pemerintah dalam mengambil kebijakan UN. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan UN sepatutnya responsif dan membuka diri terhadap ide, gagasan dan pandangan dari masyarakat guna mendorong partisipasi masyarakat dalam memajukan pendidikan nasional.
5. Payung hukum Penyelenggaraan UN adalah PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Menurut Fraksi PDI Perjuangan, PP No. 19 tahun 2005 perlu dikaji ulang, khususnya yang berkaitan dengan substansi evaluasi pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 68 dan 72 PP tersebut karena bertentangan dengan peraturan diatasnya, yaitu Pasal 58, 59 dan 61 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Bertitik tolak dari keinginan kuat pemerintah yang akan menyelenggarakan UN tahun 2010, dan didorong kesamaan suasana bathin masyarakat yang resah menghadapi UN tahun 2010, maka Fraksi PDI Perjuangan menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak UN tahun 2010 jika pemerintah menjadikan UN sebagai satu-satunya penentu kelulusan dan pemerintah bersikeras tidak menjalankan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai tersebut diatas
2. Model evaluasi UN seperti yang saat ini terjadi harus dihentikan agar tidak terjadi lagi keresahan yang berkepanjangan dimasyarakat, perguruan tinggi, LSM, sekaligus mengakhiri polemik politik antara pemerintah dan DPR, serta memastikan dunia pendidikan tetap ilmiah dan akademis dengan tidak masuk dalam ranah hukum dan politik.
3. Mendesak pemerintah segera melakukan revisi PP No. 19 tahun 2005 agar disesuaikan dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4. Mendesak DPR dan pemerintah segera membentuk Panitia Kerja (Panja) guna melakukan:
a. Kajian secara menyeluruh mengenai berbagai model evaluasi pendidikan yang lebih ideal, termasuk didalamnya keberadaan UN sekaligus merevisi PP 19 tahun 2005.
b. Merumuskan Model Evaluasi Pendidikan yang dapat dimanfaatkan untuk pemetaan mutu pendidikan secara nasional, regional, dan lokal; menentukan kelulusan siswa.
c. Merumuskan kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional melalui pendekatan alokasi anggaran, sarana & pra sarana, dan guru
5. Guna menghasilkan kajian yang berkualitas dan aspiratif, maka Panja perlu melibatkan partisipasi masyarakat seperti pakar pendidikan, guru (PGRI), dosen, tokoh, dan unsur masyarakat lainnya.

Tidak ada komentar: